Bagaimana cara menyampaikan arahan ke Gen Z tanpa membuat mereka baper atau salah paham? Di dunia kerja modern, menyampaikan instruksi bukan hanya soal menyuruh, tapi juga membangun komunikasi efektif yang menghargai perbedaan generasi. Terlebih saat berhadapan dengan Gen Z â generasi digital yang sangat ekspresif, kritis, dan menghargai komunikasi dua arah.
Menurut jurnal âTantangan Komunikasi di Era Digital: Memahami Generasi Zâ, tantangan terbesar dalam berinteraksi dengan Gen Z adalah perbedaan dalam media komunikasi, gaya bahasa, serta kebutuhan akan respon cepat dan transparan. Jika tidak dipahami dengan baik, cara komunikasi yang salah bisa membuat mereka merasa tidak dihargai atau malah baper.
Gen Z tumbuh di era teknologi dan media sosial, terbiasa dengan interaksi yang cepat, ringkas, dan penuh visual. Mereka menyukai komunikasi yang langsung ke inti, tetapi tetap sopan dan empatik. Gaya komunikasi yang terlalu panjang, formal, atau otoriter justru bisa membuat mereka merasa tidak relevan.
Dari jurnal tersebut, ditemukan bahwa Gen Z lebih merespons komunikasi digital berbasis media sosial atau pesan instan, seperti WhatsApp, Slack, atau email ringkas. Mereka tidak menyukai perintah satu arah tanpa konteks yang jelas.
Penting bagi atasan untuk memahami keunikan Gen Z agar bisa menyampaikan arahan secara efektif. Beberapa karakteristik utama Gen Z yang dikutip dalam jurnal tersebut dan berbagai studi lainnya antara lain:
Dengan karakter seperti ini, komunikasi yang kaku dan satu arah sangat mudah memicu kesalahpahaman.
Gen Z lebih menyukai komunikasi sejajar. Gaya bicara yang terdengar âseniorâ atau sarkastik dianggap merendahkan dan bisa langsung memicu rasa tersinggung.
Salah satu temuan dalam jurnal menyebutkan bahwa Gen Z menghargai penjelasan yang ringkas namun menyertakan konteks dan dampaknya, bukan hanya "lakukan ini" tanpa alasan.
Kritik yang dilakukan di depan banyak orang bisa dianggap mempermalukan. Gen Z lebih menyukai feedback privat, dengan pendekatan empatik.
Gen Z nyaman berkomunikasi melalui chat, email ringkas, atau bahkan video call. Hindari terlalu banyak meeting formal jika bisa digantikan dengan komunikasi singkat yang efisien.
Gunakan gaya bahasa yang tidak bertele-tele. Gunakan bullet points atau langkah terstruktur untuk menyampaikan arahan. Ini membantu mereka fokus dan menghindari kebingungan.
Beritahu mereka mengapa sebuah tugas penting dan bagaimana kontribusinya berdampak terhadap tim. Pendekatan ini memberi rasa memiliki terhadap pekerjaan.
Buka ruang dialog. Kalimat seperti âada yang ingin kamu tambahkan?â atau âmenurut kamu bagaimana pendekatan terbaik?â akan membuat Gen Z merasa dihargai.
Nada memerintah secara langsung seringkali tidak efektif. Lebih baik gunakan pendekatan kolaboratif, seperti:
âApa kamu butuh bantuan dalam bagian ini?â
âKita bisa atur strategi bareng supaya hasilnya lebih optimal.â
Dalam jurnal yang sama, disebutkan bahwa keberhasilan komunikasi antar generasi sangat ditentukan oleh bagaimana organisasi menyesuaikan channel komunikasi dan gaya interaksi internal. Beberapa perusahaan yang berhasil menjalin komunikasi efektif dengan Gen Z menerapkan kebijakan seperti:
Menyampaikan arahan kepada Gen Z bukan perkara mudah, tapi bukan pula sesuatu yang rumit. Dengan memahami karakteristik mereka sebagai digital native, dan memadukan pendekatan dari hasil riset seperti dalam jurnal âTantangan Komunikasi Gen Zâ, atasan dapat menciptakan gaya komunikasi yang lebih empatik, efisien, dan produktif.
Intinya, Gen Z tidak alergi pada arahan â mereka hanya tidak suka disuruh tanpa dihargai. Maka dari itu, pemimpin yang bijak akan memilih pendekatan komunikasi yang setara dan terbuka. Bukan hanya untuk menghindari baper, tapi juga demi membangun kultur kerja yang sehat dan berdaya saing.